Unpublished Story XVI: Kiko and Pupu

Hi! This is a children story which inspired by two twin houses at the end of my housing complex. Javanese said, the location is on "tusuk sate". Near that, there is a sumptuous siskamling, which built by the rest of materials from those houses.

I started to put attention on the first house, when the new owner built it as two-floor house on a 90 square meters land. Slightly narrow, huh? Since the houses in our housing complex at least built in 130 square meters land. However, the owner was smart enough to design it beautifully with wooden shades. In front of the house, the owner left a square of land as the garden. First, they put a swing there, but then replace it with wooden gazebo. I was amazed to see how smart the owner design his house aesthetically.

Months later, the owner of the house next to it re-built his house as similar as his neighbors. However, it was less beautiful than the first house. But what makes me surprised was, after months, the owner of the second house left, then the second house was bought and united by the garden. "How progressive is he," I thought, since I know that buying a house is not cheap.

Thus, it inspired me to write this children story. It was my first time to let the story flow without any intention to add moral story inside. My dad said, the story tend to be absurd. He worried that not every children magazine can accept the absurdity like this. "A house that can talk and fight to its neighbor? Nonsense!" That was why I prefer to publish the story here, without any intention to send it to any children magazine or children desk in newspaper.

Please kindly read, use your imagination and enjoy your time! Hehe. Last but not least, don't forget to put the source if you want to use this story. Don't do any kind of plagiarism, okay?

***

Kiko dan Pupu

Dua buah rumah kembar dibangun bersamaan. Keduanya saling bersaing, siapa yang akan selesai dibangun lebih dulu.
Source: Pinterest
Pasti aku yang selesai lebih dulu! Lihat, pekerjamu saja malas-malasan begitu.”
Muka Kiko memerah karena malu. Pupu benar, saat mandor tak ada, pekerja bangunan yang seharusnya membangunnya, justru asyik tidur di poskamling.
Ah, apa gunaya selesai lebih dulu kalau struktur bangunanmu rapuh begitu,” sergah Kiko.
Kini, ganti Pupu yang merasa malu. Mandor dan pekerja bangunan yang bertanggung jawab membangunnya memang curang. Mereka tak segan mengurangi jumlah material demi mendapatkan keuntungan. Padahal, Kiko dan Pupu dibangun di daerah rawan gempa. Kalau ada gempa datang, bisa-bisa Pupu ambruk seketika.
Begitulah, tiada hari tanpa pertengkaran Kiko dan Pupu. Tetangga mereka, para rumah di kompleks itu, sampai merasa terganggu.
Hei, apa kalian tidak malu? Dulu pemilik kalian bekerja sama merancang kalian, kenapa kalian ribut melulu?” tegur Kakek Evan, rumah tertua di kompleks itu.
Memang benar, Pak Vendix dan Johan, pemilik Kiko dan Pupu, bersahabat. Keduanya bekerja sebagai arsitek. Karena itu, saat hendak membangun rumah, keduanya memutuskan bekerja sama merancang rumah kembar sebagai hunian mereka kelak.
Kiko dan Pupu tertunduk malu. Namun esoknya, keduanya tetap melanjutkan pertengkaran mereka.
Huh, andai aku bisa pindah dari sini,” gerutu Sisca si poskamling, yang bosan mendengarkan keributan itu.
Mendengar gerutuan Sisca, Kiko justru mendapat bahan olokan baru.
Pupu, lihat, penghuni rumahku sangat menyayangiku! Pak Vendix dan istrinya selalu membersihkan tiap sudut rumah dan merawat tamanku. Anak-anak bisa leluasa bermain di sana sampai lupa waktu,” kata Kiko menyombongkan penghuni rumahnya.
Pupu jadi sedih mendengarnya. Beruntung sekali Kiko, memiliki penghuni rumah yang baik dan perhatian seperti keluarga Pak Vendix. Sementara Pak Johan dan istrinya justru sudah tidak mengunjungi Pupu selama berhari-hari.
Melihat Kiko diam saja, Pupu merasa di atas angin. Ia terus mengolok-olok Pupu. Hingga kemudian..
Nguing, nguing, nguing!”
Ambulans tiba-tiba datang, diikuti beberapa mobil dengan penumpang berpakaian serba hitam. Beberapa menit kemudian, para pekerja membawa karangan bunga dan menaruhnya di halaman.
Ada apa ini?”
Kiko dan Pupu berpandang-pandangan. Ternyata, tanpa mereka tahu, selama ini Bu Johan mengidap kanker. Karena itu, Pak Johan lantas ikut menginap di rumah sakit guna menemani istrinya selama berobat di sana.
Kiko makin muram. Ia merasa kehilangan. Kiko ingat, selama ini Bu Johan yang paling sering membersihkan halaman dan membanggakan rumahnya ke ibu-ibu lain saat arisan.
Kiko bertambah muram saat Pak Johan lantas menjual rumahnya dan memutuskan kembali ke kampung halaman.
Rumah sebesar itu tak mungkin kuhuni sendirian,” gumam Pak Johan. Sebelum pergi, Pak Johan memotret Kiko sebagai kenang-kenangan.
Ditinggalkan tanpa penghuni, Kiko makin kusam. Sudut-sudutnya berdebu dan menjadi sarang laba-laba, karena tak ada yang membersihkan.
Melihat itu, Kiko merasa canggung. Ia ingin menghibur, tapi justru kata-kata pedas yang keluar karena ia tak terbiasa berbicara dari hati ke hati pada Pupu.
Sebulan kemudian..
Bruk! Gedubrak! Bruak!”
Kiko dan Pupu dikejutkan dengan kedatangan para pekerja bangunan. Mereka membawa palu, cat dan beberapa alat. Tanpa dikomando, mereka sontak membersihkan Pupu, mengecat ulang tubuhnya, meruntuhkan tembok pembatas antara Kiko dan Pupu hingga.. voila! Kini halaman Kiko dan Pupu tersambung jadi satu.
Eh, apa yang kalian lakukan? Stop! Stop!” jerit Kiko dan Pupu kaget.
Terbiasa bertengkar, Kiko dan Pupu tak sudi bila mereka disatukan. Namun, tanpa mereka tahu, Pak Vendix ternyata sudah membeli Pupu. Ia lalu meminta para pekerja meruntuhkan tembok pembatas, menyatukan halaman Kiko dan Pupu, lantas membangun jalan setapak.
source: Pinterest
Nantinya, kedua orang tua Pak Vendix yang akan menghuni rumah itu. Bila ingin berkunjung, mereka bisa melewati jalan setapak di halaman untuk menemui Pak Vendix dan keluarganya.
Kiko dan Pupu bungkam. Terbiasa beradu mulut, kini mereka tak tahu harus berbuat apa ketika disatukan.
Hahaha, kena batunya, kalian!” kata Kakek Evan. “Sekarang, berbaik-baiklah, jangan buat keributan!”
Hoahm, akhirnya. Sekarang aku bisa tidur dengan tenang,” kata Sisca si poskamling yang bosan mendengarkan pertengkaran dua rumah kembar di ujung gang itu.

0 komentar:

Post a Comment

 

Meet The Author

Inez Hapsari media & public relations enthusiast | children stories writer | jazz lover | I live to the fullest to be young and in love.